BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Diantara
karunia Tuhan yang paling besar bagi manusia ialah kemampuan berbicara.
Kemampuan untuk mengungkap isi hatinya dengan bunyi yang dikeluarkan dari
mulutnya. Berbicara telah membedakan manusia dari makhluk lain. Dengan
berbicara, manusia mengungkapkan dirinya, mengatur lingkungannya, dan pada
akhirnya menciptakan bangunan budaya insani.
Lama
sebelum lambang-lambang tulisan digunakan, orang sudah menggunakan bicara
sebagai alat komunikasi. Bahkan setelah tulisan ditemukan sekalipun, bicara
tetap lebih banyak digunakan. Ada beberapa kelebihan bicara yang tidak dapat
digantikan dengan tulisan. Bicara lebih akrab, lebih pribadi (personal), lebih
manusiawi. Tidak menghenrankan, bila ilmu bicara telah dan sedang menjadi
perhatian manusia. Kemampuan bicara bukan saja diperlukan di depan sidang
parlemen, di muka hakim atau dihadapan massa. Kemampuan ini dihajatkan dalam
hampir seluruh kegiatan manusia sehari-hari. Penelitian membuktikan bahwa 75%
waktu bangun kita berada dalam kegiatan komunikasi. Kemampuan bicara bisa
merupakat bakat. Tetapi kepandaian bicara yang baik memerlukan bicara dan
latihan. Retorika sebagai ilmu bicara sebenarnya diperlukan setiap orang.
B. Rumusan
Masalah
Untuk
memudahkan pembaca memahami isi makalah, penulis mencoba mempersempit
uraian-uraian dalam makalah ini menjadi beberapa garis besar yang pada intinya
membahas :
1. Menjaga
Keharmonisan dari Kekacauan Berkata-kata.
2. Ragam
Bicara dan Kekacauan Berkata-kata.
C. Tujuan
Penulisan.
Untuk memenuhi
tugas kelompok mata kuliah retorika pendidikan, agar mahasiswa mampu, mengerti
dan menjabarkan serta dapat mengimplementasikan pembelajaran retorika dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Menjaga
Keharmonisan dari Kekacauan Berkata-kata
Retorika
atau dalam bahasa Inggris rhetoric bersumber dari perkataan latin rhetorica
yang berarti ilmu bicara. Pada abad ke 5 sebelum masehi untuk pertama kali
dikenal suatu ilmu yang mengkaji proses pernyataan antar manusia sebagai
fenomena sosial. Ilmu ini dinamakan dalam bahasa Yunani “rhetorike” yang di
kembangkan di Yunani purba, kemudian abad-abad berikutnya di kembangkan di
Romawi dalam bahasa latin “retorika” (dalam bahasa Inggris “rhetoric” dalam
bahasa Indonesia “retorika”).
Menjaga
perkataan agar dapat memukau dan menghipnotis siapa saja yang mendengar tetapi
tidak juga membawa masalah bagi dirinya maupun siapa saja yang mendengarkannya
sangatlah diperlukan. Hal demikian tentunya dilakukan untuk mengapai
keharmonisan dan menghindari kekacauan berkata-kata, dengan langkah demikianlah
seoarang dapat membuat lawan bicaranya tetap terhipnotis dan terhindar dari
kekacauan berkata-kata, ada beberapa poin yang dapat dilakukan agar terjadi
keharmonisan dalam menata kata demi kata dalam proses komunikasi, yaitu :
1. Persatuan
Pikiran dan Perasaan.
Sebelum
menyampaikan kata-kata, maka yang perlu kita pahami adalah kata-kata yang
dikeluarkan “ hasil dari hubungan antara pikiran dan perasaan “. Apabila
seseorang menyampaikan kata-kata yang telah dipikirkannya tanpa disertai dengan
pertimbangan perasaan, maka hal itu bias jadi menimbulkan masalah baginya,
orang yang diajak bicara, atau bagi orang yang mendengar.
Demikian
juga sebaliknya ketika seseorang berbicara itu hanya menggunakan perasaan
belaka tanpa disertai dengan pemikiran, maka hal itu juga bias mengundang
masalah. Pikiran adalah sisi rasional manusia, sementara persaan adalah sisi
emosional manusia.
2. Kesatuan
Etika, Logika dan Estetika
Aristoteles
menyatakan bahwa seseorang bias dikatakan sukses dalam berbicara jika mempunyai
kemampuan untuk menentukan dalam
kejadian tertentu. Maksudnya mampu menyadari, memahami dan mengembil keputusan
yang tepat dan cemerlang dalam satu kejadian dan situasi tertentu untuk
berkata-kata.
Ada
tiga cara yang dilakukan untuk menghipnotis atau mempengaruhi manusia yaitu :
a. Ethos
adalah kepribadian sumber yaitu menyangkut orang yang berbicara, dinyatakan
seseorang memiliki ethos ketika seseorang itu memiliki : a). Pengetahuan yang
luas. b). Pribadi yang amanah. c). Status yang terhormat.
b. Pathos
adalah imbuan emosional yaitu kemampuan untuk menyentuh hati orang lain, mampu
menggerakan pendengar untuk bersemangat, bersedih, gembira, dengan pengucapan
kata kata yang bervariasi intonasinya.
c. Logos
adalah imbuan logis yang disampaikan dalam pembicaraan yang berdaarkan prinsip
logis
Ketika berbicara dengan memperhatikan
ketigannya maka seseorang dapat berbicara dengan sangat bagus dan luar biasa.
Mampu menunjukkan kepribadian yang mempesona dan mengagumkan karena mampu
menyatukan etika, logika, dan estetika dalam satu pembicaraannya.
B.
Ragam
Bicara dan Kekacauan Berkata-kata
Ragam
bicara dan kekacauan berkata kata yang dimaksudkan adalah aneka ragam
penyampaian kata ucapan atau pidato yang tidak menggunakan dan tidak
mengindahkan prinsip dan tata cara berkata-kata, tidak mengindahkan
prinsip-prinsip berkata-kata atau tidak tidak paham akan prinsip berkata kata
artinya melakukan kekacauan dalam berkata-kata.
Ada
beberapa jenis atau ragam orang yang sedang berbicara menurut filsuf islam
yaitu Al-Ghozali. Beliau megelompokkan jenis orang yang sedang berkata-kata
dikelompokan ke dalam empat jenis golongan, yaitu :
1. Orang
yang tahu bahwa dirinya tahu. Dalam kelompok ini adalah orang yang memiliki
pengetahuan, tidak mengindahkan prinsip berkata-kata berarti sebenarnya
orangnya mengetahui dan paham terhadap prinsip berkata-kata, tetapi pengetahuan
atau kepahaman itu tidak dipraktekan dalam berkata-kata. Sungguh dirinya bias
berbicara dengan berdasarkan prinsip-prinsip berbicara tetapi setiap kali dia
berbicara justru tidak menggunakan prinsip-prinsip tersebut.
2. Orang
yang tahu bahwa dirinya tidak tahu. Yaitu orang yang tidak tahu menggunakan
prinsip berbicara. Berarti tidak tahu dan tidak paham terhadap prinsip berkata-kata
sehingga tidak dapat menerapkan dalam berkata-kata. Atau bias jadi orang yang
sadar bahwa dirinya tidak mengetahui akan prinsip berbicara sehingga dia
tidak akan bergaya menggunakan
prinsip-prinsip berbicara itu.
3. Orang
yang tidak tahu bahwa dirinya tahu. Orang yang dimaksudkan adalah orang yang
memiliki pengetahuan tentang prinsip berkata-kata, tetapi pengetahuan itu masih
bersifat ptensial. Jadi orang ini mampu menggunakan prinsip-prinsip bicara itu
sendiri.
4. Orang
yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. Yaitu orang yang tidak mengindahkan
prinsip-prinsip berbicara, orang ini memang tidak tahu akan prinsip-prinsip
berbicara, tetapi dia bergaya menggunakan prinsip-prinsip berbicara. Orang Yang
sok berlagak tahu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Retorika
atau dalam bahasa Inggris rhetoric bersumber dari perkataan latin rhetorica
yang berarti ilmu bicara. Pada abad ke 5 sebelum masehi untuk pertama kali
dikenal suatu ilmu yang mengkaji proses pernyataan antar manusia sebagai
fenomena sosial. Ilmu ini dinamakan dalam bahasa Yunani “rhetorike” yang di
kembangkan di Yunani purba, kemudian abad-abad berikutnya di kembangkan di
Romawi dalam bahasa latin “retorika” (dalam bahasa Inggris “rhetoric” dalam
bahasa Indonesia “retorika”).
Ada
beberapa poin yang dapat dilakukan agar terjadi keharmonisan dalam menata kata
demi kata dalam proses komunikasi, yaitu :
1. Persatuan
Pikiran dan Perasaan.
2. Kesatuan
Etika, Logika dan Estetika
Ada
tiga cara yang dilakukan untuk menghipnotis atau mempengaruhi manusia yaitu :
a. Ethos
adalah kepribadian sumber yaitu menyangkut orang yang berbicara, dinyatakan
seseorang memiliki ethos ketika seseorang itu memiliki : a). Pengetahuan yang
luas. b). Pribadi yang amanah. c). Status yang terhormat.
b. Pathos
adalah imbuan emosional yaitu kemampuan untuk menyentuh hati orang lain, mampu
menggerakan pendengar untuk bersemangat, bersedih, gembira, dengan pengucapan
kata kata yang bervariasi intonasinya.
c. Logos
adalah imbuan logis yang disampaikan dalam pembicaraan yang berdaarkan prinsip
logis
Ada
beberapa jenis atau ragam orang yang sedang berbicara menurut filsuf islam
yaitu Al-Ghozali. Beliau megelompokkan jenis orang yang sedang berkata-kata
dikelompokan ke dalam empat jenis golongan, yaitu :
a. Orang
yang tahu bahwa dirinya tahu.
b. Orang
yang tahu bahwa dirinya tidak tahu.
c. Orang
yang tidak tahu bahwa dirinya tahu.
d. Orang
yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu.
B. Saran
Dalam
pembuatan makalah ini kami telah berusaha semaksimal yang kami bisa. Namun,
kami mengakui pasti masih banyak terdapat kekurangan di dalamnya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan saran yang konstruktif dari Ibu selaku dosen
pengajar mata kuliah Retorika Pembelajaran PAI.
Daftar
Pustaka
Y, Hasyam, 2011,
Belajar Retorika Untuk Semua Kalangan, Seven Books, Yogyakarta.
https://www.academia.edu/8478863/Mendalami_Dasar-dasar_Retorika, Diakses
tanggal 27 April 2015
http://astriaswa.blogspot.com/2014/06/makalah-retorika-dan-relevansinya-bagi.html diakses tanggal
28 April 2015
http://catatanwawan92.blogspot.com/2014/05/makalah-retorika_16.html. Diakses tanggal
28 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar