Minggu, 25 Januari 2015

Al-kindi dan ar-razy

BAB  I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senantiasa terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh panca-inderanya, dan mulai menyadari keterbatasannya. Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada agama atau kepercayaan Ilahiah.

              Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak menahan manusia menggunakan akal budi dan fikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala kenyataan (realitas) itu. Proses itu mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang disebut pencerahan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka lahirlah ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang;
(1) disusun metodis, sistematis dan koheren (“bertalian”) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan (realitas).
(2) dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) tersebut.
Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus dari kenyataan (realitas), makin nyatalah tuntutan untuk mencari tahu tentang seluruh kenyataan (realitas).
                    Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan bertanya tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati. Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia. Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran (Al-Kindi 801-873 M). Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang bertanya. Obyek materinya semua yang ada. Maka menjadi tugas filsafat mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan universal. Sonny Keraf dan Mikhael Dua mengartikan ilmu filsafat sebagai ilmu tentag bertanya atau berpikir tentang segala sesuatu (apa saja dan bahkan tentang pemikiran itu sendiri) dari segala sudut pandang. Thinking about thinking. Meski bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkan tentang filsafat, sebenarnya masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa itu filsafat dan apa kriteria suatu pemikiran hingga kita bisa memvonisnya, karena filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu. Sebagaimana definisinya, sejarah dan perkembangan filsafat pun takkan pernah habis untuk dikupas. Tapi justru karena itulah mengapa fisafat begitu layak untuk dikaji demi mencari serta memaknai segala esensi kehidupan. Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah bisa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”.
B.   Rumusan Masalah
        A. Al-Kindi
        B. Ar-Razi
        C. Analisis Penulis
             
















BAB  II
PEMBAHASAN
FILSAFAT ISLAM DI DUNIA ISLAM TIMUR (AL-KINDI, AR-RAZI,  )
A.    AL-KINDI (185 H/801 M -260 H/873 M)
Beliau adalah filsuf yang pertama munculdi islam. Dalam buku History of Muslim philosophy, Al- kindi juga disebut sebagai “Ahli filsafat Arab”.Ia adalah keturunan bangsawan Arab dari suku Kindah, suku yang dimasa sebelum islam bermukim di Arab Selatan.[1]
Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak ibn Sabbah ibn Imran ibn Ismail bin Muhammad bin Al-Ash’ats bin Qais Al-Kindi. Ayahnya adalah gubernur Basrah pada masa pemerintahan khalifah Abbasiyah,Al-Hadi (169-170 H /785-786 M ) dan Harun Ar-Rasyid (170-194 H / 786-809 M ). Al-Kindi di lahirkan di Kufah.Ia memperoleh pendidikan masa kecilnya di Basrah, tetapi tumbuh, dewasa dan meninggal di Baghdad. Di Baghdad ia terlibat dalam gerakan penerjemahan dan cukup memiliki harta untuk menggaji banyak orang untuk menerjemahkan dan menyalin naskah-naskah ilmu pengetahuan dan filsafat utnuk melengkapi perpustakaan miliknya.
a.       Unsur-unsur filasafat yang didapati pada pemikiran Al-Kindi adalah
1.      Aliran phytagoras tentang matematika sebagai jalan ke arah filasafat.
2.      Pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal-soal fisika dan metafisika, meskipun Al-kindi tidak sependapat dengan aristoteles tentang Qodim-nya alam.
3.      Pikiran-pikiran plato dalam soal kejiwaan.
4.      Pikiran-pikiran plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal etika.
5.      Wahyu dan iman dalam hal yang berhubungan dengan Tuhan dan sifa-sifatNya
6.      Aliran Mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakilkan ayat-ayat Al Quran.

b.      Filsafat Al-Kindi
Ia mengatakan bahwa filasafat adalah ilmu yang termulia serta terbaik dan yang tidak bias di tinggalkan oleh setiap orang yang berpikir.Kata-kata ini di tujukan kepada mereka yang menentang adanya filsafat dan mengingkarinya karena mereka menganggap sebagai ilmu kafir dan menyiapkan jalan kepada kekafiran.sikap inilah yang selalu mereka jadikan rintangan bagi filsuf-filsuf islam, terutama pada masa ibn Rusyd. Al-Kindi meninjau filsafat dari dalam dan dari luar. Dengan tinjauan dari dalam ia bermaksud untuk mengikuti pendapat-pendapat filsuf besar tentang arti kata filsafat. Dan dalam risalahnya yang khusus membahas tentang definisi filsafat ia menyebutkan enam definisi yang kebnyakan bercorak platonisme.
Menurut Al-Kindi, filsafat ialah ilmu tentang hakikat ( kebenaran ) sesuatu menurut kesanggupan manusia, ilmu ketuhanan, ilmu keesaan                      ( wahdaniyah ), ilmu keutamaan ( fadhilah ), ilmu tentang semua yang berguna dan cara memperolehnya  serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan. Jadi , tujuan filsuf bersifat teori, yaitu mengetahui kebenaran, dan bersifat amalan, yaitu mewujudkan kebenaran tersebut dengan tindakan. Semakin dekat dengan kebenaran , maka semakin dekat pula pada kesempurnaan.
c.       Karya-Karya Al-Kindi
 Dalam tulisan Ahmad Hanafi, jumlah karangan Al-Kindi sukar di tentukan, karena dua sebab. Pertama, penulis-penulis biografi tidak sepakat penuturannya tentang jumlah karangannya. Ibn An-Nadim dan Al-Qafthi menyebut 283 karangan pendek dan Sha’id Al-Andalusi menyebutkan 50 karangan, sedangkan sebagian dari karangan tersebut telah hilang musnah. Kedua, diantara karangannya yang sampai kepada mereka, ada yang memuat karangan-karangan lain. Isi karangan tersebut bermacam-macam, antara lain filsafat, logika, musik, aritmatika, dan lain-lain.Al-Kindi tidak mempersoalkan filsafat yang rumit dan yang telah dibahas sebelumnya, tetapi ia lebih tertarik dengan definisi dan penjelasan kata, dan lebih mengutamakan ketelitian pemakaian kata daripada medalami persoalan yang ada pada filsafat.
Di bawah ini beberapa karya al-Kindi, baik yang di tulis sendiri maupun ditulis ulang oleh penulis lainnya. Di anataranya : [2]
1.      Kitab Kimia ‘Al-Itr (Book of the Chemistry of Perfume )
2.      Kitab fi isti’mal Al-Adaad Al-Hindi ( On the Use of Indian numerals )
3.      Risalaha fi I-illa Al-Failali I-Maad wal-Fzr (treatise on the efficient cause of the Flow and Ebb )
4.      Kitab Ash-Shu ‘a’at (Book of the Rays )
5.      The Medicial Formulary of Aqrabbadhin of Al-Kindi, by M. Levey (1966)
6.      Al-Kindi’s Metaphyrcs: a translation of yaqub ibn Ishak al-kindi;s treatise “On First Philosophy” (fi Al-falsafah al-ula),by Alfred L. Ivry
7.      Scientific Weather Forecastingin the Middle Ages the Writings of Al-kindi,by Gerrit Bos and Charles Burnet (2000)
8.      Al-Kindi’s treatise on Cryptanalysis,by M.Mrayati, Y.Meer Alam and M.H.At-tayyan (2003)

B.     AR-RAZI  (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M )
Filsuf muslim terkemuka yang muncul setelah Al-Kindi adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razi dikenal sebagai dokter, filsuf, kimiawan, dan pemikir bebas (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M ),[3] oleh orang latin di panggil Rhazes.Ia di lahirkan di Rayy, dekat Teheran sekarang.Menurut riwayat ia menguasai tentang musik, baik teori maupun praktek, dan dikatakan sebagai ahli kimia sebelum belajar formalnya di bidang kedokteran. Ia memimpin rumah sakit di Rayy kemudian ke Baghdad, dan sering pula ke Rayy, tempat ia meninggal. Rumahnya yang besar di Rayy dan di tempat lain di distrik Jibal Kaspia Selatan maenggambarkan bahwa ia seorang yang kaya.
a.       Filsafat  Ar-Razi
-          Logika.
           Ar-Razi adalah seorang rasionalisme murni, dan beliau hanya mempercayai khekuatan akal. Bahkan didalam bidang kedokteran study klinis yang dilakukannya setelah menemukan metode yang kuat dengan berpijak kepada observasi dan eksperimen. Bahkan pemujaan Ar-Razi terhadap akal tampak sangat jelas pada halaman pertama pada bukunya At-Thibb. Beliau mengatakan, Allah segala puji baginya, yang telah memberikan akal agar dengan-Nya kita dapat memperoleh sebnyak-banyaknya manfaat. Inilah karunia terbaik Allah kepada kita. Akal adalah suatu yang mulia dan penting karena dengan akal kita dapat memperoleh pengetahuan tewntang tuhan. Maka tidak boleh melecehkannya.

-          Moral
 Adapun pemikiran Ar-Razi tentang moral sebagaimana tertuang dalam buku At-Thibb al-ruhani dan Al-Sirah al-Falsafiyyah, bahwa tingkah laku itu berdasarkan dari akal. Hawa nafsu harus berada dibawah kendali akal dan agama. Beliau memperingatkan bahaya minuman khomr yang dapat merusakkan akal dan melanggar agama. Berkaitan dengan jiwa, Ar-Razi menjadikan jiwa sebagai salah satu alasan pengobatan baginya. Menurutnya antara tubuh dan jiwa terhadap suatu hubungan yang sangat erat, misalnya: emosi jiwa tidak akan terjadi kecuali dengan melalui pengamatan indrawi. Sedangkan kebahagiaan menurut Ar-Razi adalah kembalinya apa yang telah tersingkir karena sesuatu yang berbahaya, misalnya: orang yang meninggalkan tempat yang teduh menuju tempat yang disinari matahari. Ia akan senang ketika kembali ke tempat yang teduh tadi.

-          Kenabian/ Theologi
 Ar-Razi menyangkah bahwa anggapan bentuk kehidupan manusia memerlukan nabi sebagaimana yang dikatakannya dalam bukunya Naqd al-Adyan au fi al-Nubuwah. Beliau mengatakan bahwa beliau tidak percaya kepada wahyu dan adanya nabi. Menurutnya para nabi tidak berhak mengklaim dirinya sebagai orang yang memiliki keistimewaan khusus. Karena semua orang adalah sama dan keadilan tuhan secara hikmahnya mengharuskan tidak membedakan antara seoranng dengan yang lainnya. Ar-Razi juga mengritik kitab suci baik injil maupun al-quran. Beliau menolak mukjizat al-quran baik segi isi maupun gaya bahasanya. Menurutnya orang mungkin saja dapat menulis kitab yang lebih baik dengan gaya, bahasa yang lebih indah. Kendatipun demikian, Ar-Razi tidak  berati seorang atheis, karena beliau masih menyakini adanya Allah.
-          Metafisika
 Filsafat Ar-Razi dikenal dengan ajaran “Lima kekal” yaitu:[4]
1.      Allah Ta’ala
2.      Ruh Universal
3.      Materi pertama
4.      Ruang absolute
5.      Masa absolute
 Berikut ini uraian singkat mengenai “Lima kekal” yaitu:
1. Allah Ta’ala
              Allah bersifat sempurna. Tidak ada kebijakan setelah tidak sengaja, karena itu ketidak sengajaan tidak bersifat kepada-Nya. Kehidupan berasal dari-Nya sebagaimana sinar datang dari matahari Allah mempunyai kepandaian yang sempurna dan murni. Kehidupan ini adalah mengalir dari ruh. Allah menciptakan sesuatu dan tidak ada yang bisa yang menandingi dan tidak ada yang bisa menolak kepada-Nya. Allah Maha Mengetahui, segala sesuatu. Tetapi ruh-ruh hanya mengetahui apa yang berasal dari eksperimen. Tuhan mengetahui bahwa ruh cenderung pada materi dan membutuhkan kesenangan materi.
2. Ruh
Allah tidak menciptakan dunia lewat desakan apapun tetapi Allah memutuskan penciptaan-Nya setelah pada mulanya tidak berkehendak tidak menciptakannya, Allah menciptakan manusia guna menyadarkan ruh dan menunnjukkan kepadanya, bahwa dunia ini bukanlah dunia yang sebenarnya dalam arti haqiqi. Manusia tidak akan mencapai dunia haqiqi ini, kecuali dengan filsafat, mereka mempelajari filsafat, mengetahui dunia haqiqi, memperoleh pengetahuan akan selamat dari keadaan buruknya. Ruh-ruh tetap berada dalam dunia ini sampai mereka disadarkan oleh filsafat akan rahasia dirinya. Melalui filsafat manusia dapat memperoleh dunia yang sebenarnya, dunia sejati atau dunia haqiqi.
      3. Materi
              Menurut Ar-Razi kemutlakan, materi pertama terdiri dari atom-atom, setiap atom mempunyai volum yang dapat dibentuk. Dan apabila dunia ini dihancurkan, maka ia akan terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom. Dengan demikian materi berasal dari kekekalan, karena tidak mungkin menyatakan suatu yang berasal dari ketiadaan sesuatu.  Untuk memperkuat pendapat ini Ar-Razi memberikan 2 bukti yaitu:
1.      Penciptaan adalah bukti dengan adanya sang pencipta.
2.       Berlandaskan ketidak mungkinan penciptaan dan ketiadaan.
                   4. Ruang
Menurut Ar-Razi ruang adalah tempat keadaan materi, beliau mengatakan bahwa materi adalah kekal dan karena materi itu mempunyai ruang yang kekal. Bagi Ar-Razi ruang terbagi menjadi 2 yakni waktu universal (mutlak) dan waktu tertentu (relatif ), ruang universal adalah tidak terbatas dan tidak tergantung kepada dunia dan segala sesuatu yang ada didalamnya. Sedangkan ruang yang relatif adalah sebaliknya.
5. Waktu
Adalah subtasi yang mengalir, ia adalah kekal. Ar-Razi membagi waktu 2 macam yakni waktu mutlak dan waktu relatif (terbatas). Waktu mutlak adalah keberlangsungan, ia kekal dan bergerak. Sedang gerak relatif adalah gerak lingkungan-lingkungan, matahari dan bintang gemintang.
C.        Analisi Penulis
Setelah kita mentelaah dan mencermati uraian pemikiran-pemikiran para filosuf Islam di dunia timur, maka dapatlah penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
·         Al-Kindi adalah filosuf Islam yang mula-mula secara sadar berupaya mempertemukan ajaran-ajaran Islam dengan filsfat Yunani. Sebagai seorang filosuf, Al-Kindi amat percaya kepada kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama diakuinya pula keterbatasan akal untuk mencapai pengetahuan metafisis.
·        Al Razi adalah seorang filosof muslim kedua setelah al-Kindi, nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Ibnu Yahya Al-razi. Dalam wacana keilmuan barat dikenal dengan sebutan Rhazes. Ia dilahirkan di sebuah kota bernama Razy, kota tua yang dahulunya bernama Rhogee, dekat Teheran, Republik Islam Iran. Ia lahir pada tanggal 1 Sya’ban 251 M/865 M. Beliau wafat pada Tahun 925 M. Pada masa mudanya, ia menjadi tukang intan dan suka pada musik (kecapi).. 









BAB  III
P E N U T U P
A.    Kesimpulan
Filsafat Islam merupakan upaya yang memberikan petunjuk bagi manusia dalam mengembangkan dan mempertajam Indra dan Rasio, yang akan menempatkan posisi manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, di atas mahkluk lainnya. Sementara ajaran islam adalah salah satu objek kajiaannya, baik materi maupun formal.
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT di perintahkan untuk berpikir dan menggunakan pikirannya setiap apa yang dikerjakan dan apa yang akan dikerjakan serta akibat dari pekerjaan itu. Islam agama pilihan perlu dikaji melalui indrawi dan rasional tidak cukup dengan apa yang dikatakan oleh Al-qur’an secara universal. Baik yang berkenaan dengan ke-Tuhanan, etika maupun efistimologi, hingga bias menemukan terhadap ajaran islam secara luas dan berkembang terus menerus.
B.     Saran
Penulis menyadari kekurangan pada pembuatan makalah ini, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca untuk lebih menyempurnakan pembuatan makalah di masa yang akan dating.







DAFTAR  PUSTAKA

-          Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar M.A Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya.Rajawali Pers Jakarta 2004
-          Asmoro Achmadi Filsafat Umum Edisi Revisi Rajawali Pers Jakarta 1994






































ANALISIS.
Setelah kita mentelaah dan mencermati uraian pemikiran-pemikiran para filosuf Islam di dunia timur, maka dapatlah penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :
·         Al-Kindi adalah filosuf Islam yang mula-mula secara sadar berupaya mempertemukan ajaran-ajaran Islam dengan filsfat Yunani. Sebagai seorang filosuf, Al-Kindi amat percaya kepada kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama diakuinya pula keterbatasan akal untuk mencapai pengetahuan metafisis. Oleh karenanya menurut Al-Kindi diperlukan adanya Nabi yang mengajarkan hal-hal di luar jangkauan akal manusia yang diperoleh dari wahyu Tuhan. Dengan demikian Al-Kindi tidak sependapat dengan para filosuf Yunani dalam hal yang dirasakan bertentangan dengan ajaran agama Islam yang diyakininya. Misalnya mengenai kejadian alam yang berasal dari ciptaan Tuhan yang semula tiada, berbeda dengan pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa alam tidak diciptakan dan bersifat abadi. Oleh karenanya Al-Kindi tidak termasuk golongan filosuf yang dikritik oleh Al-Ghazali.

·         Al Razi adalah seorang filosof muslim kedua setelah al-Kindi, nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Ibnu Yahya Al-razi. Dalam wacana keilmuan barat dikenal dengan sebutan Rhazes. Ia dilahirkan di sebuah kota bernama Razy, kota tua yang dahulunya bernama Rhogee, dekat Teheran, Republik Islam Iran. Ia lahir pada tanggal 1 Sya’ban 251 M/865 M. Beliau wafat pada Tahun 925 M. Pada masa mudanya, ia menjadi tukang intan dan suka pada musik (kecapi). Ia cukup respek terhadap ilmu kimia, sehingga tidak mengherankan apabila kedua matanya buta akibat dari eksperimen yang dilakukannya. Namun, para sarjana berpendapat bahawa al-Razi mengalami sakit mata dan kemudian buta pada penghujung hayat-nya. Al-Razi menderita akibat ketekunannya menulis dan membaca yang terlalu banyak. Ia juga belajar ilmu kedoktoran (obat-obatan) dengan sangat tekun pada seorang dokter dan filosof yang lahir di Merv pada Tahun 192 H/808 M yang bernama Ali Ibnu Robban al-Thabari. Kemungkinan guru ini pula yang menumbuhkan minat al-Razi untuk bergulat dengan filsafat agama, karena ayah guru tersebut adalah seorang pendeta Yahudi yang ahli dalam kitab-kitab suci. Selain al-Razi sang ahli filsafat, ada lagi beberapa nama tokoh lain yang juga dipanggilkan al-Razi, yakni Abu Hatim al-Razi, Fakhruddin al-Razi dan Najmuddin a-Razi. Oleh karena itu, agar dapat membedakan al-Razi, sang filosof ini dari tokoh-tokoh lain, perlu ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar, yang merupakan nama kun-yah-nya (gelarnya). Walaupun pada akhirnya beliau dikenal sebagai ahli pengobatan seperti Ibnu Sina, pada awalnya al-Razi adalah seorang ahli kimia. Menurut sebuah riwayat yang dikutip oleh Nasr (1968), al-Razi meninggalkan dunia kimia karena penglihatannya mulai kabur akibat eksperimen-eksperimen kimia yang meletihkannya dan dengan bekal ilmu kimianya yang luas lalu menekuni dunia medis kedokteran, yang rupanya menarik minatnya pada waktu mudanya. Ia mengatakan bahwa seorang pasien yang telah sembuh dari penyakitnya adalah disebabkan oleh respon reaksi kimia yang terdapat di dalam tubuh pasien tersebut. Dalam waktu yang relatif cepat, ia mendirikan rumah sakit di Rayy, salah satu rumah sakit yang terkenal sebagai pusat penelitian dan pendidikan medis. Selang beberapa waktu kemudian, ia juga dipercaya untuk memimpin rumah sakit di Baghdad.
Menurut informasi sejarah yang dikemukakan oleh Al-Qifti dan Usaibi’ah sulit dipercaya. Menurutnya al-Razi berguru kepada Ali Ibnu Rabban al-Thabari, seorang dokter dan filosof. Padahal Al-Razi lahir sepuluh tahun setelah Ali Ibnu Rabban al-Thabari meninggal dunia. Menurut al-Nadim yang benar adalah al-Razi belajar filsafat kepada al-Balkhi, menguasai filsafat dan ilmu-ilmu kuno. Disiplin ilmu al-Razi meliputi ilmu falak, matematika, kimia, kedokteran, dan filsafat. Ia lebih terkenal sebagai ahli kimia dan ahli kedokteran dibanding sebagai filosof. Ia sangat rajin menulis dan membaca, agaknya inilah yang menyebabkan penglihatannya berangsur-angsur melemah dan akhirnya buta total. Akan tetapi, ia menolak untuk diobati dengan mengatakan pengobatan akan sia-sia belaka karena sebentar lagi ia akan meninggal. Di kala itu, ilmu pengetahuan yang dimiliki al-Razi sangatlah banyak sehingga banyak orang-orang yang belajar kepadanya. Ini terlihat dengan metode penyampaian pemikirannya berbentuk sistem pengembangan daya intelektual (sistem diskusi). Apabila ada seorang murid yang bertanya maka pertanyaan itu tidak langsung dijawabnya melainkan dilempar kembali kepada murid-murid lainnya yang terbagi beberapa kelompok. Apabila kelompok pertama tidak dapat menjawab maka pertanyaan dilempar pada kelompok kedua, dan seterusnya. Ketika semuanya tidak dapat menjawab ataupun ada yang menjawab tetapi jawabannya kurang benar, barulah al-Razi yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.





         [1] Prof.Dr.H.Sirajuddin Zar.M.A. Filsafat Islam hlm. 37 Rajawali Pers Jakarta.
        [2] Prof.Dr.H.Sirajuddin Zar.M.A. Filsafat Islam hlm. 42 Rajawali Pers Jakarta.
        [3] Prof.Dr.H.Sirajuddin Zar.M.A. Filsafat Islam hlm. 42 Rajawali Pers Jakarta.
         [4] Prof.Dr.H.Sirajuddin Zar.M.A. Filsafat Islam hlm. 117 Rajawali Pers Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar