BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam
menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senantiasa terkagum atas
apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh
panca-inderanya, dan mulai menyadari keterbatasannya. Dalam situasi itu banyak
yang berpaling kepada agama atau kepercayaan Ilahiah.
Tetapi sudah sejak awal sejarah,
ternyata sikap iman penuh taqwa itu tidak menahan manusia menggunakan akal budi
dan fikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala
kenyataan (realitas) itu. Proses itu mencari tahu itu menghasilkan kesadaran,
yang disebut pencerahan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis
dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat dipertanggung-jawabkan, maka
lahirlah ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang;
(1) disusun metodis, sistematis dan koheren (“bertalian”) tentang
suatu bidang tertentu dari kenyataan (realitas).
(2) dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di
bidang (pengetahuan) tersebut.
Makin ilmu pengetahuan menggali dan menekuni hal-hal yang khusus
dari kenyataan (realitas), makin nyatalah tuntutan untuk mencari tahu tentang
seluruh kenyataan (realitas).
Jauh
sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang kita sebut sesuatu
sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika,
matematika, dan lain sebagainya, umat manusia lebih dulu memfikirkan dengan
bertanya tentang berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka
itulah yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati. Kegiatan
manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yang merupakan
pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia.
Bagian filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan
kebenaran pertama yang merupakan sebab dari segala kebenaran (Al-Kindi 801-873 M).
Metode filsafat adalah metode bertanya. Objek formal filsafat adalah ratio yang
bertanya. Obyek materinya semua yang ada. Maka menjadi tugas filsafat
mempersoalkan segala sesuatu yang ada sampai akhirnya menemukan kebijaksanaan
universal. Sonny Keraf dan Mikhael Dua mengartikan ilmu filsafat sebagai ilmu
tentag bertanya atau berpikir tentang segala sesuatu (apa saja dan bahkan
tentang pemikiran itu sendiri) dari segala sudut pandang. Thinking about
thinking. Meski bagaimanapun banyaknya gambaran yang kita dapatkan tentang
filsafat, sebenarnya masih sulit untuk mendefinisikan secara konkret apa itu
filsafat dan apa kriteria suatu pemikiran hingga kita bisa memvonisnya, karena
filsafat bukanlah sebuah disiplin ilmu. Sebagaimana definisinya, sejarah dan
perkembangan filsafat pun takkan pernah habis untuk dikupas. Tapi justru karena
itulah mengapa fisafat begitu layak untuk dikaji demi mencari serta memaknai
segala esensi kehidupan. Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang
mengajukan pertanyaan yang sama, menanggapi, dan meneruskan karya-karya
pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat
tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan
menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat
biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar
belakang agama. Menurut wilayah bisa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”.
B. Rumusan Masalah
A. Al-Kindi
B. Ar-Razi
C. Analisis Penulis
BAB II
PEMBAHASAN
FILSAFAT ISLAM DI DUNIA ISLAM TIMUR (AL-KINDI, AR-RAZI, )
A.
AL-KINDI
(185 H/801 M -260 H/873 M)
Beliau
adalah filsuf yang pertama munculdi islam. Dalam buku History of Muslim
philosophy, Al- kindi juga disebut sebagai “Ahli filsafat Arab”.Ia adalah
keturunan bangsawan Arab dari suku Kindah, suku yang dimasa sebelum islam
bermukim di Arab Selatan.[1]
Nama
lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak ibn Sabbah ibn Imran ibn
Ismail bin Muhammad bin Al-Ash’ats bin Qais Al-Kindi. Ayahnya adalah gubernur
Basrah pada masa pemerintahan khalifah Abbasiyah,Al-Hadi (169-170 H /785-786 M
) dan Harun Ar-Rasyid (170-194 H / 786-809 M ). Al-Kindi di lahirkan di
Kufah.Ia memperoleh pendidikan masa kecilnya di Basrah, tetapi tumbuh, dewasa
dan meninggal di Baghdad. Di Baghdad ia terlibat dalam gerakan penerjemahan dan
cukup memiliki harta untuk menggaji banyak orang untuk menerjemahkan dan menyalin
naskah-naskah ilmu pengetahuan dan filsafat utnuk melengkapi perpustakaan
miliknya.
a.
Unsur-unsur
filasafat yang didapati pada pemikiran Al-Kindi adalah
1.
Aliran
phytagoras tentang matematika sebagai jalan ke arah filasafat.
2.
Pikiran-pikiran
Aristoteles dalam soal-soal fisika dan metafisika, meskipun Al-kindi tidak
sependapat dengan aristoteles tentang Qodim-nya alam.
3.
Pikiran-pikiran
plato dalam soal kejiwaan.
4.
Pikiran-pikiran
plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal etika.
5.
Wahyu
dan iman dalam hal yang berhubungan dengan Tuhan dan sifa-sifatNya
6.
Aliran
Mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakilkan ayat-ayat Al
Quran.
b.
Filsafat
Al-Kindi
Ia mengatakan
bahwa filasafat adalah ilmu yang termulia serta terbaik dan yang tidak bias di
tinggalkan oleh setiap orang yang berpikir.Kata-kata ini di tujukan kepada
mereka yang menentang adanya filsafat dan mengingkarinya karena mereka
menganggap sebagai ilmu kafir dan menyiapkan jalan kepada kekafiran.sikap
inilah yang selalu mereka jadikan rintangan bagi filsuf-filsuf islam, terutama
pada masa ibn Rusyd. Al-Kindi meninjau filsafat dari dalam dan dari luar.
Dengan tinjauan dari dalam ia bermaksud untuk mengikuti pendapat-pendapat
filsuf besar tentang arti kata filsafat. Dan dalam risalahnya yang khusus
membahas tentang definisi filsafat ia menyebutkan enam definisi yang kebnyakan
bercorak platonisme.
Menurut Al-Kindi, filsafat ialah
ilmu tentang hakikat ( kebenaran ) sesuatu menurut kesanggupan manusia, ilmu
ketuhanan, ilmu keesaan ( wahdaniyah ), ilmu keutamaan ( fadhilah
), ilmu tentang semua yang berguna dan cara memperolehnya serta cara menjauhi perkara-perkara yang
merugikan. Jadi , tujuan filsuf bersifat teori, yaitu mengetahui kebenaran, dan
bersifat amalan, yaitu mewujudkan kebenaran tersebut dengan tindakan. Semakin
dekat dengan kebenaran , maka semakin dekat pula pada kesempurnaan.
c.
Karya-Karya
Al-Kindi
Dalam tulisan Ahmad Hanafi, jumlah karangan
Al-Kindi sukar di tentukan, karena dua sebab. Pertama, penulis-penulis biografi
tidak sepakat penuturannya tentang jumlah karangannya. Ibn An-Nadim dan
Al-Qafthi menyebut 283 karangan pendek dan Sha’id Al-Andalusi menyebutkan 50
karangan, sedangkan sebagian dari karangan tersebut telah hilang musnah. Kedua,
diantara karangannya yang sampai kepada mereka, ada yang memuat
karangan-karangan lain. Isi karangan tersebut bermacam-macam, antara lain
filsafat, logika, musik, aritmatika, dan lain-lain.Al-Kindi tidak mempersoalkan
filsafat yang rumit dan yang telah dibahas sebelumnya, tetapi ia lebih tertarik
dengan definisi dan penjelasan kata, dan lebih mengutamakan ketelitian
pemakaian kata daripada medalami persoalan yang ada pada filsafat.
Di bawah ini beberapa karya al-Kindi, baik yang di tulis sendiri
maupun ditulis ulang oleh penulis lainnya. Di anataranya : [2]
1.
Kitab
Kimia ‘Al-Itr (Book of the Chemistry of Perfume )
2.
Kitab
fi isti’mal Al-Adaad Al-Hindi ( On the Use of Indian numerals )
3.
Risalaha
fi I-illa Al-Failali I-Maad wal-Fzr (treatise on the efficient cause of the
Flow and Ebb )
4.
Kitab
Ash-Shu ‘a’at (Book of the Rays )
5.
The
Medicial Formulary of Aqrabbadhin of Al-Kindi, by M. Levey (1966)
6.
Al-Kindi’s
Metaphyrcs: a translation of yaqub ibn Ishak al-kindi;s treatise “On First
Philosophy” (fi Al-falsafah al-ula),by Alfred L. Ivry
7.
Scientific
Weather Forecastingin the Middle Ages the Writings of Al-kindi,by Gerrit Bos
and Charles Burnet (2000)
8.
Al-Kindi’s
treatise on Cryptanalysis,by M.Mrayati, Y.Meer Alam and M.H.At-tayyan (2003)
B.
AR-RAZI (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M )
Filsuf muslim terkemuka yang muncul
setelah Al-Kindi adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razi dikenal sebagai
dokter, filsuf, kimiawan, dan pemikir bebas (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932
M ),[3]
oleh orang latin di panggil Rhazes.Ia di lahirkan di Rayy, dekat Teheran
sekarang.Menurut riwayat ia menguasai tentang musik, baik teori maupun praktek,
dan dikatakan sebagai ahli kimia sebelum belajar formalnya di bidang
kedokteran. Ia memimpin rumah sakit di Rayy kemudian ke Baghdad, dan sering
pula ke Rayy, tempat ia meninggal. Rumahnya yang besar di Rayy dan di tempat
lain di distrik Jibal Kaspia Selatan maenggambarkan bahwa ia seorang yang kaya.
a.
Filsafat
Ar-Razi
-
Logika.
Ar-Razi adalah seorang rasionalisme murni, dan beliau hanya
mempercayai khekuatan akal. Bahkan didalam bidang kedokteran study klinis yang
dilakukannya setelah menemukan metode yang kuat dengan berpijak kepada
observasi dan eksperimen. Bahkan pemujaan Ar-Razi terhadap akal tampak sangat
jelas pada halaman pertama pada bukunya At-Thibb. Beliau mengatakan, Allah
segala puji baginya, yang telah memberikan akal agar dengan-Nya kita dapat
memperoleh sebnyak-banyaknya manfaat. Inilah karunia terbaik Allah kepada kita.
Akal adalah suatu yang mulia dan penting karena dengan akal kita dapat
memperoleh pengetahuan tewntang tuhan. Maka tidak boleh melecehkannya.
-
Moral
Adapun pemikiran Ar-Razi
tentang moral sebagaimana tertuang dalam buku At-Thibb al-ruhani dan Al-Sirah
al-Falsafiyyah, bahwa tingkah laku itu berdasarkan dari akal. Hawa nafsu harus
berada dibawah kendali akal dan agama. Beliau memperingatkan bahaya minuman
khomr yang dapat merusakkan akal dan melanggar agama. Berkaitan dengan jiwa,
Ar-Razi menjadikan jiwa sebagai salah satu alasan pengobatan baginya.
Menurutnya antara tubuh dan jiwa terhadap suatu hubungan yang sangat erat,
misalnya: emosi jiwa tidak akan terjadi kecuali dengan melalui pengamatan
indrawi. Sedangkan kebahagiaan menurut Ar-Razi adalah kembalinya apa yang telah
tersingkir karena sesuatu yang berbahaya, misalnya: orang yang meninggalkan
tempat yang teduh menuju tempat yang disinari matahari. Ia akan senang ketika
kembali ke tempat yang teduh tadi.
-
Kenabian/
Theologi
Ar-Razi menyangkah bahwa
anggapan bentuk kehidupan manusia memerlukan nabi sebagaimana yang dikatakannya
dalam bukunya Naqd al-Adyan au fi al-Nubuwah. Beliau mengatakan bahwa beliau
tidak percaya kepada wahyu dan adanya nabi. Menurutnya para nabi tidak berhak
mengklaim dirinya sebagai orang yang memiliki keistimewaan khusus. Karena semua
orang adalah sama dan keadilan tuhan secara hikmahnya mengharuskan tidak
membedakan antara seoranng dengan yang lainnya. Ar-Razi juga mengritik kitab
suci baik injil maupun al-quran. Beliau menolak mukjizat al-quran baik segi isi
maupun gaya bahasanya. Menurutnya orang mungkin saja dapat menulis kitab yang
lebih baik dengan gaya, bahasa yang lebih indah. Kendatipun demikian, Ar-Razi
tidak berati seorang atheis, karena beliau
masih menyakini adanya Allah.
-
Metafisika
Filsafat Ar-Razi dikenal dengan ajaran “Lima
kekal” yaitu:[4]
1.
Allah
Ta’ala
2.
Ruh
Universal
3.
Materi
pertama
4.
Ruang
absolute
5.
Masa
absolute
Berikut ini uraian singkat mengenai “Lima
kekal” yaitu:
1. Allah Ta’ala
Allah bersifat sempurna. Tidak ada
kebijakan setelah tidak sengaja, karena itu ketidak sengajaan tidak bersifat
kepada-Nya. Kehidupan berasal dari-Nya sebagaimana sinar datang dari matahari
Allah mempunyai kepandaian yang sempurna dan murni. Kehidupan ini adalah
mengalir dari ruh. Allah menciptakan sesuatu dan tidak ada yang bisa yang
menandingi dan tidak ada yang bisa menolak kepada-Nya. Allah Maha Mengetahui,
segala sesuatu. Tetapi ruh-ruh hanya mengetahui apa yang berasal dari
eksperimen. Tuhan mengetahui bahwa ruh cenderung pada materi dan membutuhkan
kesenangan materi.
2. Ruh
Allah tidak
menciptakan dunia lewat desakan apapun tetapi Allah memutuskan penciptaan-Nya
setelah pada mulanya tidak berkehendak tidak menciptakannya, Allah menciptakan
manusia guna menyadarkan ruh dan menunnjukkan kepadanya, bahwa dunia ini
bukanlah dunia yang sebenarnya dalam arti haqiqi. Manusia tidak akan mencapai
dunia haqiqi ini, kecuali dengan filsafat, mereka mempelajari filsafat,
mengetahui dunia haqiqi, memperoleh pengetahuan akan selamat dari keadaan
buruknya. Ruh-ruh tetap berada dalam dunia ini sampai mereka disadarkan oleh
filsafat akan rahasia dirinya. Melalui filsafat manusia dapat memperoleh dunia
yang sebenarnya, dunia sejati atau dunia haqiqi.
3. Materi
Menurut Ar-Razi kemutlakan, materi
pertama terdiri dari atom-atom, setiap atom mempunyai volum yang dapat
dibentuk. Dan apabila dunia ini dihancurkan, maka ia akan terpisah-pisah dalam
bentuk atom-atom. Dengan demikian materi berasal dari kekekalan, karena tidak mungkin
menyatakan suatu yang berasal dari ketiadaan sesuatu. Untuk memperkuat pendapat ini Ar-Razi
memberikan 2 bukti yaitu:
1.
Penciptaan
adalah bukti dengan adanya sang pencipta.
2.
Berlandaskan ketidak mungkinan penciptaan dan
ketiadaan.
4. Ruang
Menurut Ar-Razi
ruang adalah tempat keadaan materi, beliau mengatakan bahwa materi adalah kekal
dan karena materi itu mempunyai ruang yang kekal. Bagi Ar-Razi ruang terbagi
menjadi 2 yakni waktu universal (mutlak) dan waktu tertentu (relatif ), ruang
universal adalah tidak terbatas dan tidak tergantung kepada dunia dan segala
sesuatu yang ada didalamnya. Sedangkan ruang yang relatif adalah sebaliknya.
5. Waktu
Adalah subtasi
yang mengalir, ia adalah kekal. Ar-Razi membagi waktu 2 macam yakni waktu
mutlak dan waktu relatif (terbatas). Waktu mutlak adalah keberlangsungan, ia
kekal dan bergerak. Sedang gerak relatif adalah gerak lingkungan-lingkungan,
matahari dan bintang gemintang.
C. Analisi Penulis
Setelah kita mentelaah dan mencermati uraian pemikiran-pemikiran
para filosuf Islam di dunia timur, maka dapatlah penulis menarik kesimpulan
sebagai berikut :
·
Al-Kindi
adalah filosuf Islam yang mula-mula secara sadar berupaya mempertemukan
ajaran-ajaran Islam dengan filsfat Yunani. Sebagai seorang filosuf, Al-Kindi
amat percaya kepada kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar
tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama diakuinya pula keterbatasan akal
untuk mencapai pengetahuan metafisis.
·
Al
Razi adalah seorang filosof muslim kedua setelah al-Kindi, nama lengkapnya
adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Ibnu Yahya Al-razi. Dalam wacana
keilmuan barat dikenal dengan sebutan Rhazes. Ia dilahirkan di sebuah kota
bernama Razy, kota tua yang dahulunya bernama Rhogee, dekat Teheran, Republik
Islam Iran. Ia lahir pada tanggal 1 Sya’ban 251 M/865 M. Beliau wafat pada
Tahun 925 M. Pada masa mudanya, ia menjadi tukang intan dan suka pada musik
(kecapi)..
BAB III
P E N U T U P
A.
Kesimpulan
Filsafat Islam merupakan upaya yang memberikan petunjuk
bagi manusia dalam mengembangkan dan mempertajam Indra dan Rasio, yang akan
menempatkan posisi manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, di atas mahkluk
lainnya. Sementara ajaran islam adalah salah
satu objek kajiaannya, baik materi maupun formal.
Manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah SWT di perintahkan untuk berpikir dan menggunakan
pikirannya setiap apa yang dikerjakan dan apa yang akan dikerjakan serta akibat
dari pekerjaan itu. Islam agama pilihan perlu dikaji melalui indrawi dan
rasional tidak cukup dengan apa yang dikatakan oleh Al-qur’an secara universal.
Baik yang berkenaan dengan ke-Tuhanan, etika maupun efistimologi, hingga bias
menemukan terhadap ajaran islam secara luas dan berkembang terus menerus.
B.
Saran
Penulis menyadari kekurangan pada pembuatan makalah ini, kritik dan
saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca untuk
lebih menyempurnakan pembuatan makalah di masa yang akan dating.
DAFTAR PUSTAKA
-
Prof.
Dr. H. Sirajuddin Zar M.A Filsafat Islam Filosof dan Filsafatnya.Rajawali Pers
Jakarta 2004
-
Asmoro
Achmadi Filsafat Umum Edisi Revisi Rajawali Pers Jakarta 1994
ANALISIS.
Setelah kita mentelaah dan mencermati uraian pemikiran-pemikiran
para filosuf Islam di dunia timur, maka dapatlah penulis menarik kesimpulan
sebagai berikut :
·
Al-Kindi
adalah filosuf Islam yang mula-mula secara sadar berupaya mempertemukan
ajaran-ajaran Islam dengan filsfat Yunani. Sebagai seorang filosuf, Al-Kindi
amat percaya kepada kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar
tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama diakuinya pula keterbatasan akal
untuk mencapai pengetahuan metafisis. Oleh karenanya menurut Al-Kindi
diperlukan adanya Nabi yang mengajarkan hal-hal di luar jangkauan akal manusia yang
diperoleh dari wahyu Tuhan. Dengan demikian Al-Kindi tidak sependapat dengan
para filosuf Yunani dalam hal yang dirasakan bertentangan dengan ajaran agama
Islam yang diyakininya. Misalnya mengenai kejadian alam yang berasal dari
ciptaan Tuhan yang semula tiada, berbeda dengan pendapat Aristoteles yang
mengatakan bahwa alam tidak diciptakan dan bersifat abadi. Oleh karenanya
Al-Kindi tidak termasuk golongan filosuf yang dikritik oleh Al-Ghazali.
·
Al
Razi adalah seorang filosof muslim kedua setelah al-Kindi, nama lengkapnya
adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria Ibnu Yahya Al-razi. Dalam wacana
keilmuan barat dikenal dengan sebutan Rhazes. Ia dilahirkan di sebuah kota
bernama Razy, kota tua yang dahulunya bernama Rhogee, dekat Teheran, Republik
Islam Iran. Ia lahir pada tanggal 1 Sya’ban 251 M/865 M. Beliau wafat pada
Tahun 925 M. Pada masa mudanya, ia menjadi tukang intan dan suka pada musik
(kecapi). Ia cukup respek terhadap ilmu kimia, sehingga tidak mengherankan
apabila kedua matanya buta akibat dari eksperimen yang dilakukannya. Namun,
para sarjana berpendapat bahawa al-Razi mengalami sakit mata dan kemudian buta
pada penghujung hayat-nya. Al-Razi menderita akibat ketekunannya menulis dan membaca
yang terlalu banyak. Ia juga belajar ilmu kedoktoran (obat-obatan) dengan
sangat tekun pada seorang dokter dan filosof yang lahir di Merv pada Tahun 192
H/808 M yang bernama Ali Ibnu Robban al-Thabari. Kemungkinan guru ini pula yang
menumbuhkan minat al-Razi untuk bergulat dengan filsafat agama, karena ayah
guru tersebut adalah seorang pendeta Yahudi yang ahli dalam kitab-kitab suci. Selain
al-Razi sang ahli filsafat, ada lagi beberapa nama tokoh lain yang juga
dipanggilkan al-Razi, yakni Abu Hatim al-Razi, Fakhruddin al-Razi dan Najmuddin
a-Razi. Oleh karena itu, agar dapat membedakan al-Razi, sang filosof ini dari
tokoh-tokoh lain, perlu ditambahkan dengan sebutan Abu Bakar, yang merupakan
nama kun-yah-nya (gelarnya). Walaupun pada akhirnya beliau dikenal sebagai ahli
pengobatan seperti Ibnu Sina, pada awalnya al-Razi adalah seorang ahli kimia.
Menurut sebuah riwayat yang dikutip oleh Nasr (1968), al-Razi meninggalkan
dunia kimia karena penglihatannya mulai kabur akibat eksperimen-eksperimen
kimia yang meletihkannya dan dengan bekal ilmu kimianya yang luas lalu menekuni
dunia medis kedokteran, yang rupanya menarik minatnya pada waktu mudanya. Ia
mengatakan bahwa seorang pasien yang telah sembuh dari penyakitnya adalah
disebabkan oleh respon reaksi kimia yang terdapat di dalam tubuh pasien
tersebut. Dalam waktu yang relatif cepat, ia mendirikan rumah sakit di Rayy,
salah satu rumah sakit yang terkenal sebagai pusat penelitian dan pendidikan
medis. Selang beberapa waktu kemudian, ia juga dipercaya untuk memimpin rumah
sakit di Baghdad.
Menurut
informasi sejarah yang dikemukakan oleh Al-Qifti dan Usaibi’ah sulit dipercaya.
Menurutnya al-Razi berguru kepada Ali Ibnu Rabban al-Thabari, seorang dokter
dan filosof. Padahal Al-Razi lahir sepuluh tahun setelah Ali Ibnu Rabban
al-Thabari meninggal dunia. Menurut al-Nadim yang benar adalah al-Razi belajar
filsafat kepada al-Balkhi, menguasai filsafat dan ilmu-ilmu kuno. Disiplin ilmu
al-Razi meliputi ilmu falak, matematika, kimia, kedokteran, dan filsafat. Ia lebih
terkenal sebagai ahli kimia dan ahli kedokteran dibanding sebagai filosof. Ia
sangat rajin menulis dan membaca, agaknya inilah yang menyebabkan
penglihatannya berangsur-angsur melemah dan akhirnya buta total. Akan tetapi,
ia menolak untuk diobati dengan mengatakan pengobatan akan sia-sia belaka
karena sebentar lagi ia akan meninggal. Di kala itu, ilmu pengetahuan yang
dimiliki al-Razi sangatlah banyak sehingga banyak orang-orang yang belajar
kepadanya. Ini terlihat dengan metode penyampaian pemikirannya berbentuk sistem
pengembangan daya intelektual (sistem diskusi). Apabila ada seorang murid yang
bertanya maka pertanyaan itu tidak langsung dijawabnya melainkan dilempar
kembali kepada murid-murid lainnya yang terbagi beberapa kelompok. Apabila
kelompok pertama tidak dapat menjawab maka pertanyaan dilempar pada kelompok
kedua, dan seterusnya. Ketika semuanya tidak dapat menjawab ataupun ada yang
menjawab tetapi jawabannya kurang benar, barulah al-Razi yang memberikan
jawaban atas pertanyaan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar